SURABAYA, 17 DESEMBER 2025 – Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengajak seluruh stakeholders bersama-sama mendukung dan menyukseskan program swasembada gula saat membuka gelaran National Sugar Summit (NSS) 2025 di Ballroom Grand City Convex Surabaya, Rabu (17/12).
Menurutnya, keberhasilan swasembada gula nasional tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi membutuhkan dukungan aktif dari semua pihak.
“Arahan Pak Presiden Prabowo terkait swasembada gula itu sangat serius. Maka, melalui forum ini, saya berharap kita semua dapat mendukung misi besar Bapak Presiden bahwa tahun 2026, Insya Allah kita bisa swasembada gula konsumsi," katanya.
Provinsi Jatim, ditegaskan Gubernur Khofifah, siap menjadi garda terdepan dalam mewujudkan visi besar tersebut. Hal ini didukung dengan jumlah produksi gula yang mencapai rata-rata 1 juta ton lebih pertahun.
Bahkan berdasarkan publikasi outlook tebu/gula Ditjen Perkebunan 2025, rata-rata produksi gula Provinsi Jatim selama 2021-2025 tercatat sebesar 1,185 juta ton per tahun. Angka ini menempatkan Jatim sebagai kontributor terbesar produksi gula di Indonesia.
Sementara untuk gula kristal putih, produksi Jatim adalah yang tertinggi selama 10 tahun terakhir. Dengan produksi gula di tahun 2024 mencapai 1,278 juta ton.
Dengan jumlah tersebut, Jatim tidak hanya mampu memenuhi konsumsi masyarakatnya yang mencapai sekitar 263.000 ton per tahun. Tapi juga surplus untuk menyuplai kebutuhan nasional hingga 1 juta ton.
"Produksi gula kita 1,278 juta ton sementara kebutuhan rumah tangga 263.000 ton maka ada surplus 1 juta ton. Artinya, Jawa Timur bukan hanya mampu memenuhi kebutuhan sendiri, tetapi juga berperan sebagai penopang pasokan gula nasional,” katanya
Tak hanya itu, dari produktivitas lahan, di Jatim telah berkontribusi melalui Bongkar Ratoon dengan target seluas 69.207 hektare dan perluasan area tebu seluas 2.658 hektare yang tersebar di 23 kabupaten sentra penghasil tebu.
Selain sebagai bahan pangan strategis, Gubernur Khofifah juga menekankan potensi besar komoditas tebu sebagai sumber energi terbarukan. Dengan potensi tebu lebih dari 15 juta ton dalam satu musim giling dan asumsi tetes sebesar 5%, maka bioetanol yang dihasilkan sebesar 187.500 ton.
Potensi tersebut, lanjut Khofifah, membuka peluang besar bagi industri energi untuk berkolaborasi dengan ekosistem pergulaan dalam meningkatkan produksi tebu sekaligus menghasilkan bahan bakar ramah lingkungan.
“Dari setiap 4 kilogram tetes dapat dihasilkan 1 liter bioetanol, sehingga potensi bioetanol dari hasil samping gula tebu mencapai sekitar 187.500 ton per tahun,” jelasnya.
Pada kesempatan tersebut, ia juga meminta agar forum NSS kali ini dapat menghasilkan rekomendasi bagi pemerintah pusat, khsusunya berkaitan dengan ekosistem penyerapan gula.
"Saya berharap dari forum ini, dapat muncul beberapa rekomendasi, kita ciptakan ekosistem yang bagus dan berkeadilan sehingga petani tebu dan pabrik gula rakyat terlindungi, tata niaga gula menjadi lebih sehat, dan pada akhirnya target swasembada gula konsumsi nasional dapat kita wujudkan di tahun 2026," pungkasnya.
