Satu Dekade IPRAHUMAS: Konsolidasi Infrastruktur Komunikasi Pemerintah untuk Orkestrasi Narasi 2026

JAKARTA, 18 DESEMBER 2025 – Ikatan Pranata Humas Indonesia (IPRAHUMAS) menutup tahun 2025 dengan langkah strategis mengonsolidasikan infrastruktur komunikasi negara yang terdiri dari ribuan pejabat fungsional Pranata Humas di Indonesia. Konsolidasi ini dinilai krusial untuk memastikan orkestrasi narasi pemerintah berjalan padu dalam mengawal eksekusi program prioritas nasional menyongsong tahun 2026.

Penegasan tersebut menjadi kesimpulan utama dalam Konvensi Humas Pemerintah 2025 yang digelar di Manhattan Hotel, Jakarta, Kamis (18/12). Forum yang mengusung tema “Merawat Dialog Publik, Membangun Reputasi Indonesia” ini menjadi momentum titik temu antara regulator kebijakan komunikasi, praktisi humas pemerintah, dan platform global. Kegiatan ini terselenggara dengan dukungan berbagai pihak, termasuk Pemerintah Provinsi Jawa Timur melalui Biro Administrasi Pimpinan, sebagai bagian dari komitmen memperkuat kapasitas dan sinergi komunikasi publik lintas daerah.

Menteri Komunikasi dan Digital, yang diwakili oleh Direktur Jenderal Komunikasi Publik dan Media (Dirjen KPM), menekankan bahwa ribuan Pranata Humas yang tersebar di kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah merupakan aset vital yang harus dioptimalkan. “Tantangan ke depan bukan lagi soal produksi konten, tapi memenangkan kepercayaan. Dengan ribuan personel, kita punya potensi besar. Kuncinya adalah orkestrasi agar pusat dan daerah satu frekuensi,” ujar Dirjen KPM dalam arahannya.

_*Sinergi 1.000 Instansi dan Kerja “Tiga Kali Lipat”*_

Deputi Badan Komunikasi Pemerintah, Noudhy Valdryno, memberikan sorotan tajam mengenai peta kekuatan komunikasi negara. Ia menegaskan bahwa secara kuantitas, pemerintah memiliki keunggulan mutlak dengan jejaring di lebih dari 1.000 instansi yang siap bersinergi. Namun, kuantitas ini menuntut etos kerja yang berbeda.

“Kita menang secara kuantitas. Ada seribu lebih instansi pemerintah yang bisa bersinergi. Tapi ingat, tantangan disrupsi saat ini menuntut kita untuk bekerja tiga kali lipat lebih keras. Tidak bisa lagi kerja standar. Kita harus bergerak tiga kali lebih cepat dan tiga kali lebih terintegrasi untuk memastikan narasi negara membanjiri ruang publik dengan positif,” tegas Noudhy.

_*Arsitek Reputasi dan Peluncuran Buku*_

Merespons tantangan tersebut, Ketua Umum IPRAHUMAS, Fachrudin Ali Ahmad, menyerukan transformasi mentalitas anggota IPRAHUMAS di usia organisasi yang menginjak satu dekade ini.

“Sudah saatnya kita kubur mentalitas humas sebagai pemadam kebakaran atau sekadar pelengkap seremonial. Hari ini, ribuan Pranata Humas harus bertransformasi menjadi arsitek reputasi bangsa. Kita adalah penjaga nyala api kepercayaan publik. Jika kita tidak mendesain narasi dengan cerdas, maka ruang publik akan diambil alih oleh kegaduhan,” ujar Fachrudin.

Sebagai simbol penguatan kapasitas intelektual, acara ini juga diisi dengan peluncuran buku antologi “Transformasi Kehumasan di Era Akal Imitasi (AI) dan Literasi Kesehatan Kehumasan”. Buku ini menjadi bukti bahwa komunitas Pranata Humas terus beradaptasi dengan diskursus teknologi terkini.

_*Empati dan Relevansi di Tengah Algoritma*_

Sesi diskusi panel yang menghadirkan Ani Natalia Pinem (Kementerian Keuangan), Wicaksono (Ndoro Kakung), dan Imanuel Lamoa (Meta Asia Pacific) menyoroti keseimbangan antara teknologi, strategi, dan sisi humanis dalam komunikasi publik.

Ani Natalia Pinem menekankan bahwa “jiwa” dari komunikasi publik adalah empati. “Masyarakat tidak butuh bahasa birokrasi yang dingin. Mereka butuh didengar. Senjata paling ampuh humas pemerintah bukanlah rilis pers, melainkan empati untuk memanusiakan kebijakan,” ungkapnya.

Melengkapi pandangan tersebut, Wicaksono mengingatkan pentingnya relevansi konten. “Jangan sampai humas pemerintah asyik sendiri. Kita harus masuk ke dalam percakapan publik dengan bahasa yang membumi. Kalau konten kita tidak relevan dengan kegelisahan warga, narasi pemerintah hanya akan jadi angin lalu. Kita harus hadir sebagai solusi informasi, bukan sekadar corong,” tegas Ndoro Kakung.

Sementara itu, Imanuel Lamoa dari Meta memberikan tips teknis agar konten pemerintah relevan dengan algoritma platform, sehingga pesan negara dapat menjangkau audiens yang tepat dengan tingkat keterlibatan yang lebih tinggi.

_*AI sebagai “Game Changer”*_

Menutup rangkaian konvensi, Shafiq Pontoh (Provetic Indonesia) dalam sesi workshop menegaskan bahwa target kerja “tiga kali lipat” yang dicanangkan pemerintah hanya bisa dicapai dengan adopsi teknologi.

“AI adalah the ultimate game changer. Mustahil mengerjakan beban komunikasi modern secara manual. Humas pemerintah harus berteman dengan AI untuk analisis data dan respons cepat, sehingga energi manusianya bisa fokus pada strategi dan empati,” pungkas Shafiq.