Kepada Yang Terhormat,
Prof. Dr. Abdul Mu’ti, M.Ed
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) RI
Salam Hebat Pak Menteri..
Saat Bapak terpilih jadi Mendikdasmen, saya sangat respek dan menaroh harapan besar atas perubahan paradigma pendidikan di Indonesia.
Saya yakin; para pendidik, guru, orang tua, dan banyak kalangan berharap sumbangsih Bapak untuk kemajuan pendidikan di tanah air. Rekam jejak Bapak di Persyarikatan Muhammadiyah, menambah keyakinan jika Bapak adalah pilihan tepat.
Belum satu semester menjabat;
kebijakan baru sudah begitu banyak bapak keluarkan ! Entah, ini perubahan baik, atau sebaliknya. Tentu, waktulah yg nantinya menguji.
Catatan saya, ada 5 kebijakan baru;
Pertama, “perubahan nama” dari Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang diubah menjadi Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB).
Kedua, penerapan Tes Ujian Akhir meski tidak wajib. Namanya Tes Kemampuan Akademik (TKA).
Ketiga, implementasi pendidikan berbasis deep learning. Dimana muatan pokok pembelajaran setiap mata pelajaran akan dikurangi.
Keempat, Sistem penjurusan di SMA kembali diterapkan, yakni IPA, IPS, Bahasa. Yang ini berarti akan menghapus Kurikulum Merdeka, yang belum lama diterapkan di sekolah.
Kelima, penghapusan program Sekolah Penggerak.
Jujur, sebagian kebijakan patut diapresiasi positif. Tapi sebagian yg lain tentu ada baiknya dikaji dulu dalam penerapannya. Semua tentu berharap bahwa kebijakan diatas melalui kajian yg mendalam. Diawali dengan diskusi intensif dengan para praktisi pendidikan. Karena, sebagian kebijakan secepat itu diambil, yang membuat banyak guru pilu dan sedih
Bapak, jika ingin buat kebijakan; masuk lah kelas, duduk dan dengarkan mereka yg ada di ruang kelas. Diskusi dan tanyakan apa yg para guru dan murid rasakan. Karena semuanya berharap, kebijakan baru harus mampu membawa momentum membangun road map dan transformasi pendidikan Indonesia.
Ketika program sekolah penggerak resmi dicabut, melalui Keputusan Mendikdasmen No.14/M/2025 tertanggal 18 Maret 2025; sejumlah sekolah yg telah ditunjuk sebagai sekolah penggerak; mulai merasakan kehilangan semangat perubahan.
Sekolah Penggerak itu menggerakkan, menggerakkan guru untuk aktif belajar, aktif membuat proyek pembelajaran, perbanyak diskusi, ikut pelatihan, membuat sistem pembelajaran online, dll. Guru tambah PeDe dan antusias untuk berbenah. Guru mulai berani berinisiatif, menjadi motor perubahan, kreatif dan terus berinovasi.
Dan kini program itu pun dihapus !
Apakah, program itu salah, sehingga harus dihapus? Kita tak bisa menilainya, dalam jangka pendek.
Yang kita dapati sekarang, tradisi yang selalu berulang, setiap ganti menteri ganti kebijakan.
Padahal, bukankah pendidikan tak seperti makan siang gratis. Yang jika hari ini menu nya terasa tidak enak, besok bisa berganti.
Mengapa tidak sempurnakan dan pertajam kebijakan yg sudah ada ? Bukankah “membangun manusia” itu sebuah proses, tak bisa dalam semalam. Pendidikan adalah proses membangun, proyek humaniora yg secara filosofis ; sukses tidaknya, baru dapat dinilai dalam jangka panjang.
Didin Ahmas Sholahudin – Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Kab. Jombang
Source Asli – https://web.facebook.com/share/p/1DbLECRxUL/

